Pada musim kemarau ini, suhu pada malam hari di kabupaten Gunungkidul terasa menusuk tulang. Masyarakat setempatn menyebutnya usum bedhiding atau musim berdiang. Udara yang dingin tak menyurutkan ribuan umat muslim di Wonosari untuk menyerukan asma Allah dalam takbir keliling, Sabtu 18 Agustus 2012.
Selepas maghrib, sekitar 4500 orang yang berasal dari jamaah masjid-masjid di sekitar kota Wonosari telah berjalan berbaris menuju masjid agung, Wonosari. Mereka mengikuti lomba takbir dan lampion dengan berjalan sekitar kilometer. Lomba dimulai dengan pemberian aba-aba bendera dari wakil bupati Gunungkidul, Drs. Immawan Wahyudi, M.H. Peserta bergerak dari Masjid Agung ke arah utara, menyusuri jalan Kstariyan, melewati RSUD dan Kodim, selanjutnya belok ke kanan menyusuri jl. Sumarwi, lalu masuk jalan utama kota Wonosari. Melewati pasar Argosari, dan kembali ke masjid Agung.
Peserta pawai mengenakan berbagai atribut keagamaan sambil membawa lampu-lampu hias. Beberapa peserta membuat lampion raksasa berupa replika masjid. Banyak peserta masih menggunakan lampu dan obor dengan bahan bakar minyak tanah. Namun seiring minyak tanah yang sulit didapatkan, maka sebagian peserta mulai beralih menggunakan lampu LED.
Pawai yang dimulai pukul 18:30 ini tak ayal menimbulkan kemacetan yang panjang. Dari sebelah timur kota, kemacetan mobil mencapai 1,5 km, mulai dari simpang tiga Kodim hingga simpang tiga mBranang. Demikian juga kendaraan yang akan masuk kota Wonosari dari arah Yogyakarta tidak dapat meneruskan perjalanan karena praktis kota Wonosari ditutup untuk lalu lintas kendaraan.
Berikut ini adalah rekaman visual yang sempat saya jepret pada malam takbiran tersebut.